Saraswati,
Mensyukuri Sumber Keweruhan
D Bali perayaan Saraswati sering disebut piodalan buku, lontar dan
sastra agama yarig diancgap sebagai sumber ilmu pengetahuan. Ada juga menyebutkan sebacai
hari tintuk melakukan puja saraswati. Kemddian keesokaii harinya pada Redite (Minggu)
paing Sinta di'ianjutkan dengan Banyupinaruh. Inilali saat secara bersama-sama masyarakat
Hindu di Bali menvucikan diri dan rohaninya ke laut, danau, sungai dan sumber-sumber air.
Hari Saraswati mendapat perhatian istimewa bagi umat
Hindu di Bali, apalagi di kalangan anak-anak muda. Umat merayakanya dengan mempersembahkan
banten atau sesajen kepada Hyang Widi dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Aji
saraswati. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan persembahyangan di pura, pemerajan dan
tempat-tempat suci lainnya.
Kalau di rumah biasanya persembahyangan dilakukan di
depan buku-buku, lontar atau sumber pustaka yang ditumpuk sedemikian rupa menyerupai
gunung atau bangunan candi. Sumber-sumbei pustaka yang ditulis dengan aksara ini kemudian
dibuatkan banten, diupacarai. Yang menarik dan beda dengan hari-hari suci Hindu lainnya,
banten yang dipersembahkan saat Saraswati adalah banten khusus yang disamakan banten
Saraswati sama dengan nama hari sucinya.
Banten saraswati memang agak rumit pembuatannya.
Masingmasing elemen mengandung makna mendalam, baik dalam kehidupan sosial beragama maupun
dalam hubungan personal manusia dengaii Hyang Widi. Mungkin saking ruinitnya lantas urnat
lebih cenderung membeli banten Saraswati pada pedagang-pedagang yang khusus menjual banten
ini ketimbang membuatnya sendiri. Hanya kelengkapan lainnya dibuatkan di rumah
masing-masing. Tetapi ada juga yang membuat sendiri.
Umumnya yang membuat banten Saraswati sendiri adalah
keluarga-keluarga geria-keturunan brahmana yang notabena memang banyak mempunyai sumber -
sumber pustaka sejenis lontar ataupun buku-buku agama.
Tradisi perayaan hari suci Saraswati biasanya
dilakukan pada waktu pagi hari guna memohon kepada Hyang Widi agar buku yang merupakan
sumber keweruhan atau ilmu pencetahuan tetap mendapat anugerahnya. Jadi jelas pada hari
Saraswati bukan menyembah lontar, buku dan pustaka lainnya. Bila umat bersembahyang
dihadapan "candi pustaka" bentuk tumpukan sumber pustaka tersebut, yang disembah
Hyang Widi dalam manifestasi Sang Haji Saraswati. Kita mengucapkan syukur atas karunia-Nya
yang melimpahkan keweruhan lewal sumber pustaka tersebut.
Pada hari Saraswati diadakan persembahyangan
bersama. Malah para cendikiawan zaman dulu merayakan Saraswati disertai tapa, brata, yoga
semadhi disamping tetap menumpuk sumber-sumber pustaka sehingga menjadi " candi
pustaka" yang tampak seperti orang menjalankafl tapa, brata, yoga dan semadhi.
Upacara ini tak jaran dilengkapi dengan mona brata yaitu tidak berbicara selama perayaan
tersebut. Disamping itu juga diadakan malam sastra dan seni pada malam harinya. Hal ini
semuanya untuk menghormati Hyang Widi dan mohon anugrahNya. Untuk sekarang umat cukup
dengan melakukan persembahyangan di tempat-tempat yang sudah ditentukan. Misalnya di
Denpasar dipusatkan di Pura Jagatnata. Selain itu bisa di Padmasana masing-masing sekolah.
Dewi Saraswati dalam wujud simbolik dilukiskan
sebaoai wanita cantik yang bertangan empat. Masing-masing memegang genitri, keropak, wina,
teratai dan di dekatnya terdapat burung merak dan angsa.
Semuanya ini memberikan simbol yang masing-masing
mempunyai arti. Wanita cantik, misalnya menyimbulkan bahwa ilmu pengetahuan itu mulia, lemah
lembut dan menarik sebagaimana halnya sifat-sifat wanita. Genetri, lambang ilmu
pengetahuan itu tidak ada awal dan akhirnya dan juga tidak habis selama hidup.
Keropak, lambang sumber ilmu pengetahuan. Wina
lambang ilmu pengetahuan itu memang, indah dan sangat mempengaruhi perasaan yang sangat
halus. Teratai lambang kesucian Hyana Widi, Merak lambang dari ilmu pengetahuan akan
memberikan kewibawaan - kepada orang yang menguasai dan angsa melambangkan ilmu
pengetahuan yang sanoat bijaksana.
Perayaan Saraswati di Bali menurut penekun Sastra
Hindu Drs. I Gede Sura makin semarak saja. Sayangnya kesemarakan itu belum disertai
pendalaman ajaran agama atau makna yang terkandupg di dalam perayaan Saraswati. Karena itu
perlu perayaan Saraswati disertai pendalaman ajaran yang terkait di dalamnya.
Penekun dan peneliti sastra Jawa Kuno Drs. Ida Bagus
Gede Agastia sebelumnya dalam suatu seminar pernah mengatakan, dalam bahasa sanskerta
Saraswati bisa bermakna sesuatu yang mengalir Dalam kitab suci weda dipuja "Dewa
Sungai" dengan permohonan mendapatkan vitalitas hidup dan kesehatan. Posisinya
sebagai wach atau Dewa Kata-kata. Belakangan kata Saraswati dikenal juga sebagai Sakti
Dewa Brahma. Dewi Kata-kata atau Dewi Ilmu Pengetahuan. Nama lain Saraswati adalah
Bharati, Brahma, Putkari.
Baik sebagai Dewi Kata-kata maupun Dewi ilmu pengetahuan,
Saraswati diKenal dan dipuja olch umat Hindu. Sebagai Wagiswari, Saraswati disimbulkan
berstana dalam aksara suci. Oleh karenanya pada hari Saraswati kitab-kitab suci
dijadikan "Candi", yaitu candi pustaka, candi bahasa atau candi sastra.
Lalu apa yang mesti dilakukan umat pada saat
merayakan hari Saraswati, cukupkan sembahyang, saja? Pertanyaan seperti ini memang
sering terdengar dan ini wajar saja karena masyarakat belum mengerti makna
saraswati.
Saraswati sebenarnya merupakan hari untuk merenung,
hari untuk meniti jalan ke dalam diri kita agar hari berikutnya lebih baik dari hari ini.
Sebagai manusia kita harus menjadikan hidup ini benar-benar berguna. Sebagai manusia
hendak nya juga memiliki sifat-sifat lembut sebagaiinana sifat yang dimiliki wanita yang
menjadi simbul Saraswati itu.
Tapi dalam konteks kehidupan sekarang, perayaan
Saraswati tak cukup hanya bersembahyang dan mengaturkan banten, tetapi sebagai umat kita
dituntut lebih daripada itu, yakni bisa menyumbngkan ilmu yang kita miliki kepada
masyarakat yang memerlukan.
Ini sesuai ajaran agama kita untuk beryajna (baca
beryadnya), yaitu membantu orang secara tulus iklas tanpa mengharapkan imbalan. Menyadari
akan hal itu, perayaan Saraswati bisa dijadikan introspeksi bagi umat khusunya para
cendikiawan guru atau para ilmuwan untuk mempertanyakan. "Apakah seorang guru sudah
memberikan ilmunya kepada anak didiknya sesuai dqngan dharmaning seorang guru? Pertanyaan
ini sangat relevan kalau kita kaitkan dengan situasi sekarang di mana guru juga
ikut - ikutan berdemo menuntut kenaikan gaji. ' Dan harus diakui juga orientasi guru
sekarang sudah mengarah ke bisnis dalam arti mereka baru mengajar bila sudah dibayar.
Di sisi lain, mitos bahwa pada hari Saraswati tidak
boleh membaca sudah saatnya diluruskan. Larangan membaca buku sebenar-nya hanya pada saat
buku itu diupacarai, setelah upacara usai membaca bolch saja.Begitulah ilmu pengetahuan
meman. sangat penting dan amat berharga bagi umat manusia. limu pengetahuan merupakan
kekayaan yang utama, kekal dan abadi. |