Sudah Saatnya
Ditempuh Jalur Hukum
Kerusakan hutan bakau Prapat
Benoa RTK.10 (hutan bakau Suwung) sudah cukup parah. Mencegah kerusakan semakin parah,
sudah saatnya ditempuh jalur hukum. Menggugat para pelaku dan pemberi ijinnya
Kicauan burung di hutan bakau
Suwung, sudah tidak seramai dulu lagi. Dan alunan suara ombak sudah tidak seindah
dulu lagi. Penyebabnya, hutan-hutan bakau itu sudah disulap menjadi kawasan usaha
pariwisata, pertokoan dan usaha lainnya. "Itu semua karena pola pengelolaan hutan bakau Suwung menggunakan pola ekosistem daratan.
Bukan pola ekosistem laut dan pesisir," tegas Eksekutif Daerah (ED) Walhi Bali, Made
Nurbawa. Akibatnya, ya, pemegang, kebijakan seenaknya saja mengeluarkan perijinan alih
fungsi lahan hutan bakau menjadi lahan non hutan bakau. " Hal itu terjadi karena
kurangnya pemahaman pemegang kebijakan terhadap ekosistem laut dan pesisir," kritik
Nurbawa.
Kerusakan hutan bakau Suwung itu menimbulkan
berbagai dampak lingkungan. Meliputi, timbulnya abrasi pantai, akibat tidak adanya
penahangelombang yang menghempas pantai, Dampak lainnya meliputi, hilangnya sebagian
habitat burung. yang hidup di kawasan hutan bakau. Kehilangan ini akibat semakin besarnya
tekanan yang ditetrima burung, dan semakin sempit dan sedikitnya kawasan produksi makanan
bagi kehidupan burung. "Ini konsekwensi dari penyempitan lahan bakau itu," jelas
Nurbawa. Dampak ketiga, terjadinya pencemaran pesisir dan lautan akibat bahan-bahan
pencemar yang dibawa air sungai kemuara. Keempat, terjadinya intrusi air laut ke daratan.
"Intrusi sudah terjadi sampai 1 km ke arah daratan," ujar Kordinator Sekretariat
Kerja Penyelemat dan Pelestarian Lingkungan Hidup (SKPPLH), Made Mangku. Kelima,
terjadinya kehancuran kondisi biofisik sekitamya. "Terbukti telah terjadi perubahan
tekstrur tanah di hutan bakau tersebut. Dimana tanah menjadi lembek. Serta terjadinya
perubahan pola vegetasi bakau di tempat itu," ungkap peneliti dari Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup (PPLH) Unud, Dr. Ir. I Wayan Arthana, MS, dalam diskusi tentang bakau di
Gedung DPRD Kodya Denpasar beberapa waktu Ialu. Keenam, mempengaruhi produktifitas
organisme yang hidup diperairan itu. Dimana nelayan pantai semakin sulit mendapatkan ikan
dan udang hulan bakau,
Melihat kondisi sepei-ti itu, sudah saatnya
dilakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya kerusakan, Salah satunya dengan menempuh jalur
hukum. " Kami sudah memikirkan kemungkinan ke arah itu (gugatan hukum-red). "
ujar Mangku. Menengarai rencana menempuh jalur hukum, Kepala Devisi Lingkungan LBH Bali,
Andres. S. menyarankan agar belajar pada kasus-kasus gugatan lingkungan di daerah lain.
Baik nasional dan internasional. "Saya pikir, yang mungkin ditempuh adalah upaya legal
standing bukan class action," saran Andres. Alasanya, karena yang
mempunyai rencana menggugat adalah kalangan kelompok pecinta Iingkungan hidup yang
tergabung. dalam LSM. Ini kalau berhasil akan menjadi preseden yang baik bagi penegakan
hukum lingkungan di Bali.
Rencana membawa kasus ini ke pengadilan didukung
Ketua Forum Merah Putih, Putu Suasta. "'Terutaima bila mencermati proyek-proyek yang
ijinnya sudah kadaluarsa," ujar suasta. Seharusnya dengan berakirnya masa berlaku
proyek-proyek itu, maka alih ftingsi lahan di tempat itu dihentikan. Langkah itu diikuti
dengan pemulihan kondisi hutan bakau ke habitat seperti semula.
Terkait upaya menempuli jalur hukum, Andres
mengiingatkan, agar dilakukan pengumpulan bukti-bukti akurat tentang terjadinya kerusakan
lingkungan yang diitmbulkan akibat alih fungsi Iahhan bakau tersebut. "Karena
bukti-bukti inilah yang menjadi pertimbagan utama oleh majelis hakim dalam
memutuskan perkara gugatan itu, pesan Andres.
Selain upaya hukim, sudah saatnya Pemda Bali maupun
Pemda Kodya Denpasar dan Pemda Badug melakukan langkah-langkah politis untuk menyelamatkan
kelestarian hutan bakau Suwung. Mengingat hutan bakau Suwung termasuk salah satu paru-paru
kota Denpasar telah kawasan wisata Kuta dan Nusa Dua. "Langkah tegas itu dapat
beupa menstop alih fungsi lahan di hutan bakau Suwung," saran Ar-thana.
Langkah penyetopan ini perlu diambil sebagai langkah
awal agar kerusakan tidak terus terjadi. Dan kali ini harus diikuti dengan upaya
menginventarisir usaha/proyek yang ada di atas lahan hutan bakau. Diteliti, usaha atau
proyek apa yang harus dicabut ijinnya baik karena sudah berakhir masa berlakunya atau
karena menimbulkan dampak Iingkungan. Setelah itu dilakukan penataan yang, mengedepankan
konsep kelestarian lingkungan hidup.
Pihak DPRD Bali selaku pengkontrol kebijakan
eksekutif, dinilai banyak pengamat, kurang, cepat respon pada masalah lingkungan
ini. Terbuktil ketika masalah pencaplokan lahan ini dikonfirmasi ke Ketua Koniisi D DPPD
Bali (yang membawahi masalah lingkungan ), Agusi, Suradnyana, ia berkomentar." maaf
untuk sementara saya yang belum bisa menanggapi. Karena kami belum memiliki data-data
itu." Iho! Bisa-bisa hutan bakaunya keburu lebih rusak. |