Negara Kesatuan
Republik Indonesia ini resminya adalah negara demokrasi yang berasarkan UUD 1945 dan
Pancasila. Bukan sebuah negara yang berdasarkan atas agama tertentu, dan bukan pula sebuah
negara sekuler. Karena itu menyangkut keyakinan dan keimanan terhadap Tuhan YME, negara
memberikan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk salah satu agama/kepercayaan
yang ada.
Negarapun menyatakan wajib bersikap adil terhadap agama-agama yang
ada tanpa melihat jumlag atau besar-kecil penganutnya. Semua agama memperoleh kedudukan
yang sama. Demikian juga menyangkut hak dan kewajiban setipa penduduk terhadap negara
adalah sama, tidak bersangkut paut dengan agaman/kepercayaan yang dianutnya. Demikianlah flatform
negara ini.
Namun selalu ada kesenjangan antara yang diidealkan dengan yang
berkembang dalam kenyataan, selalu ada gap antara das sollen dengan daszein.
Dalam praktek kenegaraan di RI tentulah ditemukan kesenjangan-kesenjangan seperti
diuraikan itu.
Ambil contoh misalnya. Departemen Agama banyak membangun sekolah
berbasis agama (Islam) mulai dari setara SD sampai eperguruan tinggi yang berstatus
negeri. Tapi tidak untuk agama lain. Mengapa terjadi demikian? Itulah salah satu
kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Maka dapatlah dimengerti kalau Presiden Gus Dur
sampai menyebut bahwa Departemen Agama itu seolah-olah merupakan departemen salah satu
agama saja, meskipun di Indonesia ini ada lima agama resmi yang diakui negara.
TVRI sebagai media publik yang dimiliki pemerintah agaknya serupa
dengan yang dilakukan Depag. Acara Hikmah pagi yang dimulai pukul 05.30 06.00 WIB
setiap hari hanya khusus diperuntukkan untuk siar agama Islam. Kenapa untuk agama lain
tidak? Inilah pokok persoalannya.
Kalau demikian persoalannya, apa salah apabila umat non-muslim,
termasuk umat Hindu untuk menggugat TVRI, setidaknya menyampaikan aspirasi keperihatinan
terhadap terhadap kondisi yang tidak fair ini. Karena, bukankah seluruh umat, apapun agama
mereka, juga membutuhkan siraman rohani setiap harinya. Sebab jika umat tertentu saja yang
rutin diberikan siraman rohani, jangan-jangan nati akan ada kesenjangan tabiat dan prilaku
di antara penduduk Indonesia ang majemuk ini. Satu kelompok umat teramat seolah, sementara
kelompok umat lain menjadi kurang beradab.
Jika TVRI kemudian memahami sapirasi ini, apakan perlu media masa
pemerintah ini menyiarkan acara siraman rohani untuk kelima agama setiap harinya? Menurut
hemat saya, tidak perlu harus demikian. Hitung saja seminggu ada tujuh hari, sementara
agama resmi ada lima agama. Maka itu jika setiap agama memberikan jatah sekali seminggu
berarti ada dua hari yang kosong. Padahal idealnya setiap hari harus ada acara siraman
rohani.
Terhadap permasalahan itu, saya punya usul begini. Karena pemerintah
Indonesia disamping mengaku lima agama resmi, juga mengakui bentuk-bentuk kepercayaan
terhadap Tuhan YME yang masih tumbuh dimasyarakat. Karena itu, menurut hemat saya, acara
siraman rohani di TVRI diperuntukan bagi lima agama dan satu kepercayaan. Itu berarti
dalam seminggu hanya tinggal satu hari yang kosong. Untuk menghormati mayoritas di
republik ini, maka siraman rohani bagi agama Islam dalam acara Hikmah Pagi diberikan dua
hari berturut-turut. Misalnya, kalau boleh usul pembagian waktunya, adalah sebagai
berikut.
Kamis dan Jumat bagi agama Islam. Sabtu pagi bagi agama Katolik, dan
Minggu untuk Protestan. Sementara untuk hari Senin untuk Agama Hindu serta Selasa bagi
agama Buddha. Sedangkah hari Rabu bagi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME.
Jikalau usulan di atas dapat diterima, saya juga menyarankan agar
durasi acara itu diperpanjang menjadi satu jam penuh. Dengan catatan mimbar-mimbar agama
tidak perlu diacarakan pada siang, sore, maupun malam harinya. Dengan kata lain acara
Hikmah Pagi itu sekaligus sebagai acara mimbar agama karena alokasi waktunya sudah
diperpanjang menjadi satu jam. Maka selepas acara Hikmah Pagi, TVRI bisa efektif menjumpai
pemirsanya dengan menyuguhkan acara-acara yang bersifat pendidikan umum, informasi aktual,
hiburan, ilmu pengetahuan, atau ekonomi dan politik.
Jadi jika seseorang ingin memperoleh siraman rohani dan pendalaman
ajaran agamanya, maka tinggal mengingat jadwal siaran sesuai dengan kesepakatan. Seumpama
ulasan di atas dapat diterima, maka yang memeluk agama Islam duduklah di hadapan TV anda
pada hari Kamis dan Jumat mulai pukul 05.00 06.00 WIB di TVRI. Sementara umat
Katolik pada hari Sabtu, dan seterusnya..
Bila usulan-usulan di atas dapat diakomodir oleh TVRI, maka media
pemerintah ini akan terhindar dari tuduhan diskriminatif dan ketidakadilan. Sebab pada
hakekatnya TVRI didirikan bukanlah dengan maksud untuk menjadi sorong siar salah satu
agama tertentu.
Selain ini TVRI sulit mengelak dari tuduhan berat sebelah. Karena
memprioritaskan agama tertentu, tidak hanya dalam acara Hikmah Pagi dan mimbar agama, tapi
juga dalam kemasan acara-acara lain benyak terselip siar satu agama saja. Sehingga umat
tertentu lainnya sering menggerutu sambil mengurut dada menyaksikan tayangan-tayangan
TVRI.
Sekarang adalah era reformasi dan keterbukaan. Karena itu sewajarnya
TVRI merespon positif aspirasi ini. Semoga pikiran baik datang dari segala pihak (arah)
I Made Mustika