Sudah banyak 0rang rneniadi korban guna-guna.
Dari korban itu kebanyakan wanita. Mereka sebelumnya tidak menyadari kalau dirinya telah
terkena guna~guna. Paling tidak inilah pengakuan para korban guna - guna.
SEORANG gadis ayu sebut saja namanya Ni Luh Lintang,
berkisah soal pengalamannya 'terkena' serangan yang diduga kuat semacam guna-guna. Ketika
itu, dia bekerja di sebuah BPR di kawasan Bali Timur, sekitar penghujung, tahun 1992. Ni
Luh yang menempati posisi di bagian administrasi itu cukup betah bekerja di BPR itu karena
suasana kerjanya dirasakan sangat menyenangkan. Apalagi di tempat kosnya, teman-temannya.
sangat baik dan penuh kekeluargaan. Itu pula yang, menyebabkan, Ni Luh enggan pulang ke
kampungnya di Denpasar karena telanjur betah di tempat kosnya. Kadang-kadang orang tuanya
yang sampai menjemputnya untuk diajak pulang karena ada rerahinan Hindu.
Namun ketenangan Ni Luh di tempat kosnya ternyata
tak berlangsung lama. Menginjak bulan ketiga, Ni Luh merasa ada sesuatu yang janggal dan
aneh dirasakan pada dirinya. Hal ini bermula, ketika seorang temiannya, bekas teman
sekolah di SMA dulu, sebut saja namanya I Tengal, suatu ketika datang ke tempat kosnya. Ni
Luh sendiri sebenarnya kaget atas kehadiran temannya di rumah kosnya, karena selama itu
tak pernah memberitahu tentang keberadaannya di rumah itu, malah juga sejak kos dan
bekerja di BPR itu belum pernah ketemu dengan I Tengal.
Ada apa dengan I Tengal? Ternyata saat bertamu
pertama kali itu, tangan I Tengal sedikit menampar (nampel, bahasa Bali) bagian tubuh Ni
Luh Lintang, yang bagi Ni Luh dianggap hal biasa saja. Maklum I Tengal ini dikenal agak
urakan dalam penampilannya. Semasa SMA, Tengal dikenal siswa yang suka ngelubak alias
playboy, walau mungkin masih katagori kelas 'kambing'. Termasuk juga pernah menaruh hati
kepada Ni Luh. Namun Ni Luh tdk terlalu menanggapinya, lantaran sosok Tengal bukanlah tipe
pria yang menjadi idaman Ni Luh.
Namun rupanya, 'tampelan'-nya I Tengal ternyata
bukan sekadar tampelan biasa. Di balik itu ada sesuatu yang terselubung, terbukti hanya
berselang beberapa jam Ni Luh merasakan kedua kakinya seperti lurnpuh. Teman - temannya
juga heran, karena di bagian tubuh Ni Luh yang tampak putih mulus itu tak sedikit pun ada
bekas luka atau memar. "Tapi saya merasakan sangat sakit seperti lumpuh," kisah
I Luh yanr merasa trauma mengenang peristiwa itu. Dan, dampak selanjutnya pun dia
merasakan yang lain ketika menerima kedatangan I Tengal ke rumah kos belakangannya. Dia
sendri tak habis pikir, kenapa dalam waktu yang relatif singkat, perasaannya berubah
melihat sosok Tengal. Kalau sudah tengal datang, jiwanya terasa luluh dan merasa sayang
sekali.
Begitu juga ketika ditawari untuk jalan-jalan di
seputar kota Denpasar, yang tak lagi mengenal malam Minagu, langsung saja diiyakan Ni Luh.
Sampai sualu ketika, Ni Luh diajak ke sebuah penginapan dan menginap semalam suntuk.
"Tak perlu saya ceritakan, apa saja yang saya alami malam itu bersama I Tengal,"
cerita Ni Luh bernada menyesal. Dan selanjutnya pada hampir setiap kesempatan yang ada, I
Tengal rajin Menjemput Ni LuH untuk diajak 'terbang' ke alam antah berantah.
Anehnya, Ni Luh seperti punya dua perasaan. Ketika I
Tengal datang dan secara fisik berdekatan, Ni Luh merasa sangat sayang dan seperti takut
kehilangan akan I Tengal yang dikenal cukup banyak omong itu. Namun sisi lain, ketika
pacarnya itu pergi, entah berada dimana, yang timbul dalam perasaannya justru sebaliknya,
yakni rasa benci. "Saya tak tahu, kok ada semacam perasaan benci, kalau Tengal
berjauhan dengan saya," ujarnya, seakan tak mengerti.
Dan satu hal baru yang ditunjukkan dari sikap Ni
Luh, yakni lebih sering melamun, baik kalau lagi ada di rumah sendirian atau di tempat
kerjanya. Kenyataan ini sering dilihat teman-temannya satu tempat kos. Tak cuma itu, kedua
orang tuanya juga menangkap gejala ini, yang dinilai telah terjadi sesuatu yang tak wajar
pada diri anaknya. Guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan terlalu jauh, kedua orang
tuanya akhirnya memutuskan berhenti anaknya kerja di bank yang sudah cukup maju itu. Di
rumahnya di Denpasar, Ni Luh tampak tak tenang dalam kesehariannya, malah lebih senang
melamun.
Akhirnya suatu hari, anaknya dibawa ke sebuah Balian
(dukun). karena diyakini Ni Luh telah terkena guna-guna oleh temannya. Oleh Balian yang
cukup dikenal itu, Ni Luh pun menjalani pengobatan secara bertahap, yang model
pengobatannya relatif langka. Konon, cara itu bisa membersihkan pengaruh guna-guna yang
diduga dipakai temannya tadi. "Cukup lama saya merasa hidup dalam kehampaan. Tak
hanya di rumah, di jalan pun ketika berada di atas sdpeda motor, pikiran saya sering
kosong. Tapi syukurlah setelah juga diobati dengan cara-cara lain, kini saya sudah merasa
sehat lahir batin kembali seperti dulu," kisah Ni Luh, yang berharap penyakit itu
cukup sekali saja dialamai dalam hidupnya.