Seorang turis dari Eropa menginap di sebuah hotel di Bali. Hotel
itu bernuansa Bali, berada di kerindangan pohon nyiur yang melambai-lambai. Pelayanannya
pun bagus, orang-orang Bali yang murah senyum. Turis itu tahu, manager hotel ini pun orang
Bali. "Ini adalah dambaan saya untuk datang ke Bali," katanya.
Namun, betapa kagetnya wisatawan asing ini. Di kamarnya, dalam sebuah laci di pojok
meja, terdapat kitab suci. Weda? Ternyata bukan. Itu kitab suci agama lain, bukan kitab
suci agama Hindu. Di Jakarta, di laci hotel tempatnya menginap, ia menemukan dua kitab
suci dari dua agama besar di Indonesia, tapi yang jelas tidak ada kitab Weda.
Apakah saya merisaukan hal ini? Me-mang, ya, tetapi tidak risau benar. Yang justru saya
risaukan adalah, kitab suci Weda itu juga jarang dijumpai di rumah-rumah pemeluk agama
Hindu di Bali, juga di luar Bali. Kalau kita melihat bagaimana di rumah keluarga Muslim
yang selalu tersedia Al Quran, dan bagaimana melihat umat Nasrani yang setiap Minggu
selalu membawa Injil ke Gereja, kita tak melihat hal itu ada pada umat Hindu.
Secara informal, kerisauan saya ini pernah saya utarakan kepada Presiden Abdurrahman
Wahid. Di suatu sore, saya bertandang ke Istana, dan oleh Wahyu Muryadi, bekas anak buah
saya di TEMPO yang kini selalu mendampingi Gus Dur sebagai Kepala Protokol Istana, saya di
bawa ke ruangan Gus Dur. Kami ber-canda dengan keluarga presiden (Ibu Shinta pernah
bekerja di group majalah TEMPO dan Gus Dur adalah kolumnis TEMPO, jadi kami memang akrab).
Komentar Gus Dur ketika saya menjelaskan permasalahan umat Hindu adalah: "Kapan umat
Hindu kumpul, saya akan sentil-sentil." Saya jawab: "Ada dua acara Gus, yang
satu MTQ versi Hindu, satu lagi rangkaian Nyepi." Saya katakan begitu karena Gus Dur
tak paham saya sebutkan Utsawa Dharma Gita dan Tawur Agung Kesanga. "Gus boleh pilih,
yang mana dihadiri," kata saya.
Jawaban Gus Dur mengagetkan saya: "Dua-duanya saya datang. Kalau tiap minggu
berkumpul, tiap minggu saya mau datang. Wong ketemu umat Islam tiap Jumatan di
mesjid kok, begitu saja repot..." Dan Gus Dur benar, ia sudah datang di acara Utsawa
Dharma Gita dan ia "sudah memerintahkan" untuk menerjemahkan Weda.
Bola sekarang di tangan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha, Ir. Wayan Gunawan, yang sudah
siap dengan proyek besar ini. Pak Gunawan sudah mengumpulkan orang untuk membuat tim
kerja. Sebuah kerja keras akan dimulai: Weda akan diterjemahkan secara komplit dalam waktu
hanya delapan bulan. Mari kita dukung dan bantu sebisanya.
Putu Setia