Artinya tingkat kerusakannya
sudah sangat paruk, Sejauhmana tingkat kerusakannya?
Berdasarkan data terakhir yang saya miliki sampai
tahun 1998, hutan bakau Suwung yang sudah rusak mencapai 30 %. Kerusakan itu akibat alih
fungsi lahan hutan bakau menjadi lahan pemukiman, industri pariwisata dan perhubungan.
Angka kerusakan sebesar 30 % ini saya yakin meningkat dalam dua tahun terakhir sampai
tahun 2000 ini. Mengapa? Karena pertama, ada pelebaran bandara Ngurah Rai. Pelebaran itu
cukup banyak memakan hutan bakau. (Dalam pengamatan Suara Bali, kawasan hutan bakau di
sekitar bandara secara bertahap mengalami kerusakan secara sistematis. Menurut beberapa
sumber yang secara teratur mengamati kondisinya, mengatakan, ada dugaan unsur kesengajaan
dibalik matinya bakau-bakau di tempat itu. Mulanya, air pauau yang menggenangi hutan bakau
sebelah barat jalan by pass Ngurah Rai di Tuban agak berkurang. Berikutnya, genangan oli
terlihat memenuhi kawasan tersebut. Kemudian satu-persatu tanaman bakau mengering dan
mati. Kini di bekas tanaman bakau itu diurug untuk perluasan bandara Ngurah Rai.
Kedua, dibangunnya pertokoan Surya Plaza pada tahun
1999. Pembangunan itu dilakukan diatas lahan bakau yang telah dibabat. Ketiga, ada lagi.
Tepatnya di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) untuk sampah di Suwung. TPA sendiri sudah cukup
banyak memakan hutan bakau di tempat tersebut.
jenis bakau apa saja yang ada di situ?
Ada tujuh macam kelompok. Masing-masing kelompok
memecah sehingga terdapat 30-an spesies tanaman bakau di hutan bakau Suwung. Dimana yang
paling banyak adalah jenis Rizopora.
Sebenarnya apa penyebab kerusakan terbesar
pada hutan bakau suwung?
Terus terang saja di sini saya lihat ada manipulasi
hutan, kemudian juga ada manipulasi data. Penyebab terbesarnya di antara dua ini. Pertama,
yang saya sangat khawatirkan sebenarnya, ada permainan antara pemohon yang adalah
masyarakat dengan instansi terkait. Yah, mungkin saja Kehutanan atau BPN (Badan Pertanahan
Nasional) Bali.Saya pikir ini ada keterlibatan secara khusus di dalamnya. Memang sangat
sulit bagi kita mengangkat isu ini ke permukaan untuk dapat lebih diketahui, siapa sih
sebenamya yang main di antara mereka. Ini yang sangat sulit kita temukan saat ini. Saya
sangat yakin itu ada permaiiian di dalamnya itu.
Dengan kondisi kerusakan yang parah seperti
itu. Lantas bagaimana dampaknya?
Banyak sekali sebenamya dampak yang akan ditimbulkan
oleh pembabatan hutan ini. Antaranya intrusi air laut yang sangat tinggi ke daratan.
Sekarang ini saja intrusi air laut sudah hampir mencapai satu kilometer ke arah daratan
dari pesisir. Mungkin kalau pembabatan terus dilakukan, saya khawatir dapat mencapai empat
atau lima Kilometer dari pesisir. Ini sangat memprihatinkan sebenamya.
Di samping itu, hutan bakau juga memiliki sangat
banyak fungsi, Antara lain sebagai tempat pemijahan ikan, hidupnya biota-biota laut atau
planton.Itu terbukti dari kerangkerangan, kepiting, udang dan seterusnya itu tidak ada
lagi didaerah itu. Jadi siklus kehidupan dari keberadaan hutan mangrove di darat ini, jadi
terputus. Itu yang saya lihat. Ada lagi yang sangat kita khawatirkan, di samping yang saya
sampaikan tadi itu. Yakni, masalah nyamuk ini. Bila hutan bakau Suwung terus dibabat,
dikhawatirkan nyamuk-nyamuk berpindah ke kota
Langkah apa yang akan diambil olch SKPPLH
menyikapi masalah ini?
SKPPLH sendiri, terus terang saja, tidak menutup
kemungkinan menempuh jalur hukum. Hal ini melalui class action. Karena bagaimanapun
kerusakan saat ini sudah cukup parah. Perda sendiri belum bisa mencakup keberadaan hutan
bakau suwung ini.
Sedangkan dari instansi terkait dalam hal ini
kehutanan dan BPN sendiri, di sini keduanya tidak memiliki data-data dari keberadaan hutan
mangrove yang sebenarnya. Jadi kita tidak pernah melihat apakah ada peta dasar itu dan
batasan hutannya sampai titik ini. Itu belum pernah terungkap. Memang dari RTK 10 yang
kita lihat sejumlah 1.373,5 ha, itupun sudah data lama sebenarnya. Bukan data terbaru itu.
Itu sudah data lama, tahun 1989. Jadi sangat lama. Sekarang keadaan hutan sudahjauh
berbeda.
Lantas bagaimana pemecahannya?
Langkah yang harus kita lakukan antara lain,
pertama, kita harus memiliki perda yang dikaitkan dengan UU No. 22 tahun 1999. Harus kita
miliki. Yang bisa mengatur semua keberadaan mangrove. Yang kedua kita harus bisa membenahi
instansi yang terkait. Bila perlu kehutanan dan BPN saat ini harus direformasi total dari
atas hingga bawah. Kita dudukan orang-orang yang benar-benar independen di instansi
tersebut. Saya percaya masih ada birokrat yang jujur, bersih dan berani..
Artinya biang kekacauan selama ini ada pada
kedua instansi ini?
Yang jelas ya. Selama ini kedua instansi ini saling
lempar tanggungjawab. Sayangnya mereka tidak pemah menyadari bahwa kekeliruan mereka itu
terletak di sana. Jadi di sinilah kita perlu melihat, beginilah permasalaban di kehutanan
itu. Bahwa bila hal ini dibiarkan terus, maka orang lain akan memanfaatkan itu.
Seolah-olah mereka itu sudah memiliki ijin atau mereka sudah memiliki sertifikat di daerah
itu.